Kenyataan psikologi yang selalu
dipegang oleh Kurt Lewin ialah bahwa pribadi itu selalu ada dalam
lingkungannya, pribadi tak dapat dipikirkan lepas dari lingkungannya. Oleh karena
itu, implikasi perkembangan kepribadian masa remaja dalam pendidikan pun tidak
dapat terlepas dari lingkungan remaja tersebut. Dimulai dari lingkungan
keluarga sampai lingkungan masyarakat sangat memberikan andil besar dalam
implikasi perkembangan kepribadian masa remaja dalam pendidikan. Jadi, apabila
dalam kenyataannya terdapat ketidak selarasan dalam perkembangan kepribadian
remaja yang akhirnya menjadi suatu permasalahan lingkungan pun memberikan
pengaruhnya pada saat itu.
Conger (dalam Abin, 1975: 11)
menegaskan bahwa pemahaman dan pemecahan masalah yang timbul pada masa remaja
harus dilakukan secara interdisipliner dan antar lembaga. Meskipun demikian,
pendekatan dan pemecahannya dari pendidikan merupakan salah satu jalan yang
paling efektif dan strategis, karena bagi sebagian besar remaja bersekolah
dengan para pendidik, khususnya para guru, banyak mempunyai kesempatan
berkomunikasi dan bergaul.
Diantara usaha-usaha pembinaan yang
perlu di perhatikan, sekurang-kurangnya untuk mengurangi kemungkinan tumbuhnya
permasalahan yang timbul pada masa remaja, dalam rangka kegiatan pendidikan
yang dapat dilakukan para pendidik umumnya dan para guru khususnya:
1. Hendaknya seorang guru mengadakan
program dan perlakuan layanan khusus bagi siswa remaja pria dan siswa remaja
wanita (misalnya dalam pelajaran anatomi, fisi-ologi dan pendidikan olahraga)
yang diberikan pula oleh para guru yang dapat me-nyelenggarakan penjelasannya
dengan penuh dignity. Tujuan dari usaha tersebut ada-lah untuk memahami dan
mengurangi masalah-masalah yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan
fisik dan psikomotorik remaja.
2. Memperhitungkan segala aspek
selengkap mungkin dengan data atau informasi secermat mungkin yang menyangkut
kemampuan dasar intelektual (IQ), bakat khusus (aptitudes), disamping aspirasi
atau keinginan orangtuanya dan siswa yang bersang-kutan. Terutama pada masa
penjurusan atau pemilihan dan penentuan program studi. Upaya tersebut bertujuan
untuk memahami dan mengurangi masalah-masalah yang mungkin timbul bertalian
dengan perkembangan bahasa dan perilaku kognitif.
3. Seharusnya seorang guru bisa
mengaktifkan dan mengkaitkan hubungan rumah dengan sekolah (parent teacher
association) untuk saling mendekatkan dan menyela-raskan system nilai yang
dikembangkan dan cara pendekatan terhadap siswa remaja serta sikap dan tindakan
perlakuan layanan yang diberikan dalam pembinaannya. Tujuannya adalah untuk
memahami dan mengurangi masalah-masalah yang mungkin timbul bertalian dengan
perkembangan perilaku social, moralitas dan kesadaran hidup atau penghayatan
keagamaan.
4. Seorang guru atau pendidik untuk
memahami dan mengurangi masalah-masalah yang mungkin timbul bertalian dengan
perkembangan fungsi-fungsi konatif, afektif dan kepribadian, seyogyanya seorang
guru memberikan tugas-tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, belajar
menimbang, memilih dan mengambil ke-putusan /tindakan yang tepat akan sangat
menunjang bagi pembinaan kepribadiannya.
Berikut ini beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian remaja:
1.
Faktor Intelektual Terhadap Penyelengaraan Pendidikan
Ditinjau dari segi pendidikan khususnya dalam segi pembelajaran yang penting adalah bahwa potensi setiap peserta didik (termasuk kemampuan intelektualnya) harus dipupuk dan dikembangkan. Untuk itu sangat diperlukan kondisi lingkungan yang memungkinkan berkembanganya kemampuan intelektual tersebut.
Conny Semiawan (1994) mengemukakan bahwa dua buah kondisi yaitu keamanan psikologis dan kebebasan psikologis.
Peserta didik akan merasa aman secara psikologis apabila:
a) Pendidik dapat menerima peserta
didik sebagaimana adanya tanpa syarat dengan segala kekuatan dan
kelemahannnya serta memberi kepercayaan padanya
bahwa ia baik dan mampu.
b) Pendidik mengusahakan suasana dimana
peserta didik tidak merasa dinilai oleh orang lain.
c) Pendidik memberi pengertian dalam
arti dapat memahami pemikiran, perasaan dan perilaku peserta didik, dapat
menempatkan diri dalam situasi anak, dan
melihat dari sudut pandang anak.
Teori Pieget mengenai perkembangan kognitif, sangat erat dan penting
hubungannya dengan umur serta perkembangan moral. Konsep tersebut menunjukkkan bahwa aktivitas adalah sebagai
unsur pokok dalam perkembangan kognitif. Pengalaman belajar yang aktif
cenderung untuk perkembangan kognitif, sedangkan pengalaman belajar yang pasif
dan hanya menikmati pengalaman orang lain saja akan mempunyai konsekuensi yang
minim terhadap perkembangan kognitif, termasuk didalamnya perkembangan
intelektual. Model pendidikan yang aktif adalah model yang tidak menunggu
sampai peserta didik siap sendiri. Tetapi sekolah yang mengatur lingkungan
belajar sedemikian rupa sehingga dapat memberi kemungkinan maksimal pada
peserta didik untuk berinteraksi dengan lingkungan yang penuh rangsangan untuk
belajar tersebut. Proses pembelajaran yang aktif akan terjadi sehingga mampu
membawa peserta didik untuk maju ke tahap berikutnya. Dalam hal ini pendidik
hendaknya menyadari benar-benar bahwa perkembangan intelektual anak berada di
tanganya. Beberapa cara yg dapat dilakukan antara lain :
1.
Menciptakan interksi atau hubungan yang akrab dengan
peserta didik.
2.
Memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog
dengan orang-orang yang ahli dan berpengalaman dalam bidang ilmu pengetahuan
akan sangat menunjang perkembangan intelektual anak.
3.
Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik peserta didik
baik melalui kegiatan olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup sangat
penting untuk mengembangkan pola piker anak.
4.
Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik baik
melalui cetak dan yang lainnya.
2.
Faktor Fisik Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Perlu diperhatikan waktu istirahat yang cukup. Penting juga untuk menjaga supaya fisik
Tetap sehat adanya jam olahraga bagi peserta didik di luar jam pelajaran.
Misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler
kelompok olahraga, bela diri dan sejenisnya.
3.
Faktor Emosional terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Perkembangan emosi peserta didik sangat
erat kaitannya dengan faktor-faktor diantaranya perubahan jasmani, perubahan
dalam hubungannya dengan orang tua, perubahan dalam hubungannya dengan
teman-teman, perubahan pandangan luar (dunia luar) dan perubahan dalam
hubungannya dengan sekolah. Oleh karena itu, perbedaan individual dalam
perkembangan emosi sangat di mungkinkan terjadi, bahkan di ramalkan pasti dapat
terjadi.
Dalam rangka menghadapi luapan emosi
remaja, sebaiknya di tangani dengan sikap yang tenang dan santai. Orang tua dan
pendidik harus bersikap tenang, bersuasana hati baik dan penuh pengertian.
Orang tua dan pendidik sedapat mungkin tidak memperlihatkan kegelisahannya
maupun ikut terbawa emosi dalam menghadapi emosi remaja.
4. Faktor Sosial-Kultural terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Usia remaja adalah usia yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, baik fisik maupun psikisnya. Menganggap dirinya bukan anak-anak lagi, tetapi sekelilingnya menganggap mereka belum dewasa. Dengan beberapa problem yang dialaminya pada masa ini, akibatnya mereka
melepaskan diri dari orang tau dan mengarahkan perhatiannya pada lingkuan di luar keluarganya untuk bergabung dengan teman sekebudayaannya, guru dan sebagainya. Lingkunga teman memgang peranan dalam kehidupan remaja.
Selanjutnya sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang diserahi tugas untuk mendidik, tidak kecil peranannya dalam rangka mengembangkan hubungan sosial peserta didik. Jika dalam hal ini guru tetap berpegang sebagai tokoh intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh seperti ketika anak-anak belum menginjak remaja, maka sikap sosial atau hubungan sosial anak akan sulit untuk dikembangkan. Untuk itu rambu-rambu berikut dapat digunakan sebagai titik tolak untuk pengembangan hubungan sosial peserta didik:
1) Sekolah harus merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian peserta didik.
Usia remaja adalah usia yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, baik fisik maupun psikisnya. Menganggap dirinya bukan anak-anak lagi, tetapi sekelilingnya menganggap mereka belum dewasa. Dengan beberapa problem yang dialaminya pada masa ini, akibatnya mereka
melepaskan diri dari orang tau dan mengarahkan perhatiannya pada lingkuan di luar keluarganya untuk bergabung dengan teman sekebudayaannya, guru dan sebagainya. Lingkunga teman memgang peranan dalam kehidupan remaja.
Selanjutnya sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang diserahi tugas untuk mendidik, tidak kecil peranannya dalam rangka mengembangkan hubungan sosial peserta didik. Jika dalam hal ini guru tetap berpegang sebagai tokoh intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh seperti ketika anak-anak belum menginjak remaja, maka sikap sosial atau hubungan sosial anak akan sulit untuk dikembangkan. Untuk itu rambu-rambu berikut dapat digunakan sebagai titik tolak untuk pengembangan hubungan sosial peserta didik:
1) Sekolah harus merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian peserta didik.
2) Saling menghargai merupakan kunci
yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah yang timbul dalam
hubungan dengan peserta didik yang bertabiat apapun.
3) Pola pengajaran yang demokratis
merupakan alternatif yang sangat bermanfaat bagi guru.
5. Faktor Bakat Khusus terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Berbeda dengan kemampuan yang menunjuk pada suatu “performance” yang dapat dilakukan sekarang, bakat sebagai potensi masih memerlukan latihan dan pendidikan agar “suatu performance” dapat dilakukan pada masa yang akan datang (Semiawan, 1987; Munandar, 1992). Hal ini memberikan pemahaman bahwa bakat khusus sebagai “potential ability” untuk dapat terwujud sebagai “performance” atau perilaku yang nyata dalam bentuk suatu prestasi yang menonjol masih memerlukan latihan dan pengembangan lebih lanjut.
untuk menunjang perkembangan bakat umum maupun bakat khusus terlebih supaya mencapai titik optimal dikalangan peserta didik usia sekolah menengah perlu dilakukan langkah antara lain:
1. Dikembangkan suatu situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan bakatnya dengan selalu mengusahakan adanya dukungan psikologis maupun fisiologis.
2. Dilakukan usaha menumbuh kembangkan minat dan motivasi berprestasi yang tinggi serta kegigihan dalam melakukan usaha dikalangan anak dan remaja, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat oleh semua pihak yang terkait secara terpadu.
3. Dikembangkannya program pendidikan berdiferensi di lingkungan lembaga pendidikan formal (sekolah) guna memberikan pelayanan secara lebih efektif kepada pesertadidik yang memiliki bakat khusus menojol.
Berbeda dengan kemampuan yang menunjuk pada suatu “performance” yang dapat dilakukan sekarang, bakat sebagai potensi masih memerlukan latihan dan pendidikan agar “suatu performance” dapat dilakukan pada masa yang akan datang (Semiawan, 1987; Munandar, 1992). Hal ini memberikan pemahaman bahwa bakat khusus sebagai “potential ability” untuk dapat terwujud sebagai “performance” atau perilaku yang nyata dalam bentuk suatu prestasi yang menonjol masih memerlukan latihan dan pengembangan lebih lanjut.
untuk menunjang perkembangan bakat umum maupun bakat khusus terlebih supaya mencapai titik optimal dikalangan peserta didik usia sekolah menengah perlu dilakukan langkah antara lain:
1. Dikembangkan suatu situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan bakatnya dengan selalu mengusahakan adanya dukungan psikologis maupun fisiologis.
2. Dilakukan usaha menumbuh kembangkan minat dan motivasi berprestasi yang tinggi serta kegigihan dalam melakukan usaha dikalangan anak dan remaja, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat oleh semua pihak yang terkait secara terpadu.
3. Dikembangkannya program pendidikan berdiferensi di lingkungan lembaga pendidikan formal (sekolah) guna memberikan pelayanan secara lebih efektif kepada pesertadidik yang memiliki bakat khusus menojol.
6. Faktor Komunikasi terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Tiga tingkatan kemampuan peserta didik sebagaimana dikemukakan di atas tentunya akan sangat mempengaruhi aktivitas komunikasi dua arah antara pendidik dengan peserta didik.
Tiga tingkatan kemampuan peserta didik sebagaimana dikemukakan di atas tentunya akan sangat mempengaruhi aktivitas komunikasi dua arah antara pendidik dengan peserta didik.
Persoalanya adalah bagaimana untuk menjadi pendidik yang memiliki kemampuan komunikasi
yang baik? Beberapa hal dibawah ini dapat digunakan
sebagai acuan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, diantaranya :
.
1. Memberi penjelasan dalam menyampaikan informasi kepada kaitan dengan iptek,hendakya :
1. Memberi penjelasan dalam menyampaikan informasi kepada kaitan dengan iptek,hendakya :
a.
Menentukan hal-hal pokoknya dan hubungannya satu sama lainnya.
b.
Memberi penjelasan yang meyakinkan artinya menerangkan hal-hal yang benar dan Memberi penjelasan
secara gamblang dan sederhana sehingga semua peserta didik
c.
Menghindari berbicara dengan bahasa yang muluk, dan
mengusahakan berbicara dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh peserta didik.
d.
Menghindari penggunaan kata-kata yang tidak jelas, tidak
pasti dan tidak tegas.
e.
Memeriksa kembali penjelasan apakah semua peserta
didik telah mengerti terhadap informasi yang disampaikannya.
2.
Mengajukan pertanyaaan
Pertanyaan yang diajukan oleh
pengajar dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu
pertanyaan “tingkat tinggi” dan
pertanyaan “tingkat rendah”. Pertanyaan tingkat tinggi
adalah pertanyaan yang menuntut pemikiran abstrak, sedangkan pertanyaan tingkat
rendah adalah pertanyaan yang fakta.
Hal yang perlu diusahakan oleh pendidik dalam kaitannya dengan kegiatan ini adalah :
Hal yang perlu diusahakan oleh pendidik dalam kaitannya dengan kegiatan ini adalah :
1)
Mengulangi pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik.
2)
Menempatkan pertanyaan peserta didik dalam konteks
keseluruhan bahan pelajaran.
3)
Merangsang peserta didik agar mau mengajukan pertanyaan.
4)
Merespon pertanyaan dengan baik
No comments:
Post a Comment